KATASATU.co.id – Langkah antisipasi guna menekan laju penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) di tanah air, sejumlah Pemerintah Daerah (Kab/Kota) sudah dan akan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Diketahui, sejauh ini, sebanyak sebelas daerah yang usulnya telah disetujui pemerintah. Sementara itu, lima pemda lainnya sementara dalam pengusulan dan tengah dalam revisi berkas.
Diketahui saat ini, Provinsi DKI Jakarta adalah yang menjadi wilayah pertama yang menerapkan PSBB pada 10 April 2020. Di ikuti Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Kamis, 16 April 2020, melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/257/2020, pada tanggal 24 April 2020. Sedang Untuk wilayah dearah dibawah kendali Sulsel, yakni Kota Palopo, hingga kini masih berada di posisi “Zona Hijau” dan diharapkan akan terus berada pada predikat aman, hingga musibah wabah Covid-19 berakhir.
Tentunya hal ini akan bisa terwujud jika semua unsur masyarakat bersatu untuk tetap mematuhi imbauan pemerintah, salah satunya melakukan tindakan sosial distancing, memakai masker, stay at home serta kunci utama adalah dengan menerapkan Pola Hidup Behat dan Sehat (PHBS). Dari maraknya pengajuan PSBB ditiap wilayah, tidak terlepas dari semakin meluasnya penyebaran Covid-19, dimana berdasarkan data terakhir kondisi negara Indonesia dari website covid-19.go.id 19 April 2020 diketahui 6.760 orang positif, 747 orang sembuh dan 590 orang meninggal. Tentunya dengan bercermin pada kondisi itulah pemerintah daerah mengajukan PSBB ke pemerintah pusat.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 11 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan disebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Pada ketentuan lain ketentuan lain yaitu pada ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020, Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Disebutkan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona. Dari definisi tersebut dapat disimplukan bahwa inti dari PSBB adalah bagaimana pemerintah dengan kebijakannya memberi pembatasan terhadap kegiatan sosial keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat yang pada kondisi normal kegiatan ini melibatkan orang lain dalam jumlah banyak yang berkumpul pada suatu tempat.
Adapun ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari berlakunya PSBB di Indonesia adalah: UU RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB terhadap suatu wilayah wajib didasarkan kententuan perundang undangan dimana, pada ketentuan pasal 59 ayat 1 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan ditegasan bahwa PSBB merupakan bagian dari respon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kedaruratan Kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
Ada tiga kondisi dimana suatu daerah dapat menerapakan PSBB setelah mendapatkan persetujuan dari pihak pemerintah pusat berdasarkan pada ketentuan pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar, bahwa Gubernur/Bupati/Walikota dalam mengajukan permohonan PSBB kepada Menteri harus disertai dengan data. Pertama, yakni peningkatan jumlah kasus menurut waktu, kedua, penyebaran kasus menurut waktu, ketiga, kejadian transmisi lokal, atau orang-orang yang bertempat di suatu wilayah tertentu yang sudah terpapar dengan virus corona dapat menjadi penyebab penularannya.
Selain ketiga kondisi tersebut pemerintah daerah juga harus mempersiapkan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasional jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan, yang telah diatur dalam ketentuan ayat 2 pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020.
Adapun bentuk penerapan PSBB diatur dalam pasal 59 ayat 3 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan bahwa PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Salah satunya dengan menyediakan pemenuhan kebutuhan pokok dan menerapkan keselamatan kesehatan bagi yang beraktifitas, membatasi jumlah penumpang, membatasi jadwal beroperasi, menggunakan masker, menyediakan hand sanitizer dan bagi transportasi ojek online untuk sementara tidak memuat penumpang orang kecuali barang sampai kondisi membaik.
Penerapan PSBB dapat berakhir dan dinyatakan berhasil apabila memenuhi tiga syarat yaitu, pertama, selama PSBB dilaksanakan dengan baik misalnya tidak ada keributan tidak ada pemberontakan atau perlawanan dari masyarakat yang dibatasi kegiatan-kegiatannya semua berjalan sesuai dengan yang direncanakan Kemudian yang kedua, terjadi penurunan jumlah orang-orang yang terpapar secara signifikan dan tingkat kesembuhan bertambah dengan pesat, dan yang terakhir adalah tidak adanya penyebaran dan pertambahan kasus diwilayah tersebut. Jika hal ini terwujud maka status PSBB ini bisa dipertimbangkan untuk dicabut pemberlakuannya.
Oleh, Dr Takdir, SH., MH
Dosen IAIN Palopo