DBD Renggut Nyawa Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Sitti Hidayah, S. T (Aktivis Majelis Qolbun Salim kota Palopo)

Diperparah, akses fasilitas kesehatan yang belum merata dan minim kualitas, karena jaminan kesehatan dikelola swasta dengan keharusan membayar premi dan birokrasi yang rumit. Rakyat miskin tentu sulit mendapatkan layanan tersebut.

Dalam penanganan DBD, Dinas Kesehatan mengalami kendala untuk melakukan fogging, karena keterbatasan pembiayaan, alat, dan SDM. Sehingga fogging pun tidak dapat dilakukan secara masif. Saat ini fogging dilakukan hanya sesuai dengan permintaan dari warga (pikiran-rakyat.com).

Hal ini menjadi wajar, karena rakyat harus menanggung sendiri biaya kesehatan melalui BPJS. Layanan kesehatan telah dikapitalisasi, demikian pula kebutuhan pangan dan rumah. Didominasi swasta dalam pengelolaannya. Tak lagi melayani rakyat tapi mencari keuntungan.

Sementara saat ini, lebih 20 juta rakyat hidup miskin, bahkan angka ini cenderung naik seiring kenaikan harga kebutuhan pokok dan tarif pajak. Merekalah yang paling rentan terinfeksi DBD. Alhasil, pencegahan DBD tak tuntas dan berujung maut. Oleh karenanya butuh paradigma yang benar untuk menuntaskan masalah ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *