MENCINTAI NABI SAW Dengan Cinta Syariahnya dan Cinta Harus Nyata

Dosen Fakultas Hukum Universitas Djemma, sekaligus Muballigh Forum Muda Islam Kota Palopo, Suparman Mannuhung, S.Pd.I., M.Pd.I., MH. (kiri), bersama Muballigh Jakarta, Ustadz Muh. Hijrah Dahlan (kanan).

Dengan demikian pernyataan cinta kepada Nabi saw. harus mewujud dalam kecintaan pada akidah dan syariah Islam. Siapa saja yang tidak suka dengan syariah yang beliau bawa, apalagi berpaling darinya, maka cintanya kepada Nabi saw. hanyalah cinta dusta. Siapa yang mengaku cinta kepada Nabi saw., tetapi alergi terhadap syariahnya, maka cintanya palsu. Siapa yang mengaku cinta kepada Nabi saw., tetapi ucapannya merendahkan syariah, tindakan dan kebijakannya terjangkiti penyakit islamophobia, maka cintanya dusta meski dia biasa memperingati Maulid Nabi saw. dan mengaku cinta kepada beliau hingga berbusa-busa.

Singkatnya, rasa cinta kepada Nabi saw. akan menghasilkan kecintaan pada syariahnya. Kecintaan pada syariahnya tentu akan menghasilkan kerinduan pada penerapan syariah tersebut. Siapa yang mencintai Nabi saw. tentu tidak akan merasa nyaman dan tenteram tatkala sunnah beliau—yakni tharîqah, petunjuk dan syariah yang beliau bawa—ditinggalkan dan dicampakkan. Orang yang mencintai Nabi saw. tentu tidak akan mencintai siapa saja yang membenci, merendahkan apalagi memusuhi syariahnya. Mustahil, siapa yang mencintai Nabi saw., pada saat yang sama, dia juga mencintai orang kepada Allah SWT harus dibuktikan dengan mengikuti dan meneladani Rasulullah saw., yakni dengan mengikuti risalah yang beliau bawa. Itulah syariah Islam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *