Lalu Allah SWT menegaskan di dalam ayat berikutnya:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara apa saja yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (TQS an-Nisa’ [4]: 65)
Menjadikan Rasul saw. sebagai hakim sepeninggal beliau adalah dengan menjadikan hukum-hukum syariah yang beliau bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara.
Dengan demikian dua ayat di atas menegaskan bahwa Rasul saw. wajib ditaati dalam segala hal, termasuk dalam masalah hukum dan urusan sosial kemasyarakatan. Jadi mereka (manusia) pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan hukum syariah sebagai pemutus atas segala persoalan. Karena itu mereka wajib menerapkan syariah secara menyeluruh untuk memutuskan segala persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.