KATASATUSULSEL – Desentralisasi yang diharapkan menjadi sarana kemandirian desa justru menghadirkan persoalan baru. Tumpang tindih regulasi antara Kemendagri dan Kemendes PDTT membuat banyak pemerintah desa kebingungan dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Al Kautsar Taufik Wirajati, S.H, praktik desentralisasi saat ini telah bergeser menjadi “sentralisme baru”. Desa hanya menjadi pelaksana administrasi pusat tanpa ruang inovasi sosial.
Selain persoalan regulasi, krisis moralitas aparatur desa juga menjadi masalah serius. Salah satu kasus di Desa Sebakung Jaya, Kabupaten Penajam Paser Utara, misalnya, menunjukkan lemahnya pengawasan. Kerugian negara akibat proyek lapangan sepak bola sebesar Rp571 juta hanya berakhir pada pengembalian dana tanpa sanksi pidana.