DAERAHHEADLINE NEWS

Faizal Rahman: Kreativitas Jadi Solusi Kutim Hadapi Penurunan APBD

×

Faizal Rahman: Kreativitas Jadi Solusi Kutim Hadapi Penurunan APBD

Sebarkan artikel ini
Faizal Rahman

KUTIM — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur (Kutim) tahun 2026 diprediksi mengalami penurunan drastis, diperkirakan menyusut hingga setengah dibandingkan tahun 2025.

Proyeksi APBD Kutim tahun depan hanya sekitar Rp4,86 triliun, jauh lebih rendah dari realisasi APBD 2025 yang mencapai Rp9,89 triliun.

Menanggapi kondisi ini, anggota DPRD Kutim, Faizal Rahman, mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kalau kondisi lagi sulit, biasanya kreativitas dan inovasi akan muncul,” kata Faizal usai menghadiri rapat Badan Anggaran DPRD Kutim bersama Pemkab Kutim, Selasa (4/10/2025).

Ia menjelaskan, PAD Kutim menunjukkan tren peningkatan. Tahun lalu, PAD sekitar Rp300 miliar, dan diperkirakan naik menjadi Rp400 miliar hingga akhir 2025. Namun untuk menutup defisit APBD tahun depan, PAD perlu berada di kisaran Rp1 triliun.

“Kalau dimaksimalkan, itu sangat mungkin dicapai,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.

Beberapa sektor PAD yang bisa ditingkatkan, menurut Faizal, antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Bukan berarti tarif pajaknya dinaikkan, karena itu bisa menimbulkan gejolak. Yang penting adalah pemutakhiran data objek dan subjek pajak,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemutakhiran data PBB penting untuk menyesuaikan kondisi sebenarnya. Misalnya, seorang warga yang memiliki tanah kemudian membangun rumah di atasnya, maka PBB yang dibayarkan seharusnya mencakup tanah dan bangunan, bukan hanya tanah.

Selain PBB, sumber PAD lain yang bisa ditingkatkan adalah pajak bahan bakar. Mengingat Kutim merupakan salah satu kota industri pertambangan terbesar di Indonesia, penggunaan bahan bakar kendaraan operasional perusahaan cukup signifikan.

“Perlu dicek berapa pajak bahan bakar yang disetorkan Pertamina ke Kutim, lalu dianalisis per liter. Dengan data itu, bisa diketahui apakah pajak yang masuk sudah sesuai dengan konsumsi bahan bakar perusahaan,” ujar Faizal.

Analisis ini juga bisa mengungkap penggunaan bahan bakar ilegal atau perusahaan yang tidak memiliki izin. Faizal menekankan, potensi PAD ini selama ini belum dimaksimalkan, karena pemerintah daerah terlalu bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.

“Selama ini kita hanya menerima DBH tanpa kajian mendalam. Sekarang saatnya memaksimalkan sumber PAD sendiri,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *