SAMARINDA — Satres Narkoba Polresta Samarinda menorehkan prestasi baru dalam pemberantasan peredaran narkotika di Kota Tepian.
Sepanjang Oktober 2025, tim Satres Narkoba berhasil mengungkap 17 kasus penyalahgunaan narkoba dengan total 25 tersangka.
“Dari 25 tersangka itu, 21 laki-laki dan 4 perempuan,” ujar Kapolresta Samarinda, Kombespol Hendri Umar, dalam konferensi pers di Polresta Samarinda, Selasa (11/11/2025).
Barang bukti yang berhasil disita antara lain 7.219,97 gram sabu, 994 butir ekstasi, 1.000 pil LL, uang tunai Rp4,5 juta, 18 unit handphone, serta 12 sepeda motor.
Salah satu kasus menonjol melibatkan jaringan lintas provinsi dengan barang bukti mencapai 7,1 kilogram sabu.
Menurut Hendri, pengungkapan kasus ini berawal dari perintah dua narapidana di Lapas Parepare, berinisial H dan A, yang diduga mengendalikan jaringan. Mereka memerintahkan AR untuk mengambil sabu seberat 10 kilogram di Samarinda.
Karena kondisi kesehatan, AR kemudian meminta dua rekannya, AL dan E (masih DPO), untuk mengambil barang tersebut. Dua pelaku dari Makassar ini bekerja sama dengan seorang perempuan di Samarinda, berinisial EM, untuk mengambil sabu di sebuah guest house yang disingkat M.
“Di lokasi itu, mereka berhasil mengambil 10 kilogram sabu dari salah satu kamar,” jelas Hendri.
Setelah pengambilan, AL dan E bertemu EM dan memindahkan sabu ke rumah perempuan lain berinisial N, di kawasan Jalan DI Panjaitan. Barang tersebut dibagi menjadi dua: 7 kilogram diserahkan ke rumah M, dan 3 kilogram dikembalikan ke guest house untuk kurir lain.
Namun rencana itu berhasil digagalkan setelah tim Satres Narkoba memantau pergerakan para pelaku.
“Pada 26 Oktober, kami menangkap tiga orang, yakni AL, ER, dan AR, di Jalan DI Panjaitan Gang 1A. Dari rumah N, kami menyita satu kilogram sabu,” kata Hendri.
Penyelidikan berlanjut ke rumah pacar N di kawasan Lambung Mangkurat, di mana ditemukan enam kilogram sabu lainnya, sehingga total barang bukti yang disita mencapai 7.100 gram.
“Dari pengungkapan ini, empat tersangka diamankan: AL, ER, AR, dan N. Salah satu, AL, sedang hamil. Kami masih memburu satu tersangka berinisial E yang berstatus DPO,” ungkap Hendri.
Polisi juga mendalami keterlibatan dua narapidana di Lapas Parepare yang diduga menjadi otak jaringan ini.
“Keterangan kedua napi tersebut masih berbelit-belit. Saat ini penyidik fokus pada scientific investigation terhadap alat komunikasi yang digunakan para pelaku,” tambah Hendri.
Keempat tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) junto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau minimal 6 tahun hingga maksimal 20 tahun.
“Pasal 114 ayat (2) untuk pengedar, Pasal 112 ayat (2) untuk pemakai dengan barang bukti di atas lima gram, dan Pasal 132 ayat (1) terkait permufakatan jahat antar pelaku,” tegas Hendri.
Sementara itu, salah satu kurir, ER, mengaku tidak menyadari bahwa dirinya sedang membawa sabu.
“Teman saya minta tolong ambilkan koper, saya nggak tahu isinya,” kata ER sambil menangis.
Ketika ditanya soal upah, ER mengaku tidak menerima bayaran, hanya diberikan uang transportasi sebesar Rp200 ribu, ditambah Rp150 ribu untuk biaya lainnya. (*)

















