BALIKPAPAN — Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan berinovasi dalam upaya melindungi anak dari kekerasan. Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB), pemerintah tengah menyiapkan layanan pelaporan berbasis digital yang memungkinkan warga melapor secara real time tanpa harus datang langsung ke kantor.
Plt Kepala DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, mengatakan platform tersebut dikembangkan agar masyarakat dapat melapor dengan cepat dan aman, sekaligus menjamin kerahasiaan identitas pelapor.
“Kami ingin sistem pelaporan yang mudah, cepat, dan tidak menimbulkan rasa takut. Identitas pelapor akan dijaga sepenuhnya,” ungkapnya, Selasa (4/11/2025).
Menurutnya, digitalisasi sistem pelaporan ini menjadi langkah penting untuk memangkas proses birokrasi yang selama ini memperlambat penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Dengan sistem terintegrasi, koordinasi antarpetugas — mulai dari pendamping lapangan, UPTD PPA, hingga lembaga mitra — dapat berjalan lebih efektif.
Dalam pengembangannya, Pemkot juga menggandeng jaringan perlindungan anak berbasis komunitas, yang terdiri dari aparatur kelurahan, tokoh masyarakat, tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan relawan.
“Tujuannya bukan sekadar menghadirkan aplikasi, tetapi membangun kesadaran sosial agar masyarakat turut aktif melindungi anak-anak di lingkungannya,” jelas Nursyamsiarni.
Ia menambahkan, banyak korban kekerasan yang memilih diam karena takut atau tidak tahu harus melapor ke mana. Kehadiran platform digital ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar bagi korban maupun saksi untuk melapor dengan mudah dan aman.
Tak hanya sebagai kanal pengaduan, sistem ini nantinya juga akan terintegrasi dengan sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu, pemantauan kasus, pendampingan psikologis, serta intervensi dini dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat.
Guru, tenaga medis, dan konselor sekolah akan dilibatkan dalam mekanisme pelaporan serta pencegahan kekerasan anak.
Selain fitur pelaporan, platform ini juga dilengkapi materi edukatif, layanan konsultasi daring, dan pendampingan psikososial. Semua dirancang agar masyarakat memperoleh informasi perlindungan anak dengan lebih mudah.
Balikpapan yang kini menyandang predikat Kota Layak Anak, kata Nursyamsiarni, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan penghargaan itu benar-benar tercermin dalam perlindungan nyata.
“Anak-anak kita tumbuh di era digital, maka sistem perlindungan pun harus beradaptasi dengan teknologi,” ujarnya.
Melalui inovasi ini, Pemkot Balikpapan berharap muncul budaya peduli, berani melapor, dan saling melindungi di tengah masyarakat — demi mewujudkan kota yang ramah dan bebas kekerasan bagi anak-anak. (*)

















