Kasus DBD di tanah air mengalami kenaikan, bahkan beberapa kasus berakhir kematian. Mirisnya, kasus tersebut banyak menimpa anak dan remaja. Kementerian Kesehatan melaporkan 73 persen dari 1.183 kematian akibat demam berdarah dengue pada tahun 2022 adalah anak-anak berusia 0-14 tahun (kompas.com)
Musim hujan dan El nino menjadi pemicu meluasnya wabah DBD, karena nyamuk menyukai tempat lembab. Disamping itu, kesadaran masyarakat tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang masih rendah. Kasus DBD berulang dan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, seharusnya ini bisa dicegah.
Lalu, bagaimana penanganan yang telah dilakukan? Siapakah yang harus bertanggung jawab? Apa yang semestinya dilakukan untuk memutus siklus memilukan ini?
Tanggung Jawab Siapa?
Saat ini belum ditemukan obat dan vaksin untuk DBD. Yang bisa dilakukan adalah meminimalkan gejala, melakukanya perawatan tepat dan mencegah komplikasi. Fakta berulangnya siklus wabah DBD, meniscayakan langkah antisipasi. Sinergi keluarga, masyarakat dan peran terbesar dari negara, sangat penting untuk mencegah wajahmu meluas dan mengancam nyawa.
Keluarga dan masyarakat harus menyadari pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Pengetahuan tentang DBD harus disosialisasikan. Anak-anak paling rentan terinfeksi, sehingga perlu perhatian besar agar mereka terjaga dari wabah.
Berbagai program telah dilakukan pemerintah. Seperti: Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M plus, mengedukasi masyarakat pentingnya pola hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan imunitas tubuh. Jika ada yang terjangkit, segera ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan yang tepat.