“Semestinya kalau ada yang mau dirubah, harus ada persetujuan DPRD. Minimal ada surat resmi agar bisa dibahas kembali di Banggar,” tegas Darwis.
Kedua, beberapa program mandatori yang sifatnya wajib justru hilang dari draf APBD-P dan diganti dengan program lain. Darwis mencontohkan, rekomendasi BPK RI dan rekomendasi provinsi terkait pembayaran utang belanja yang sebelumnya dianggarkan dalam APBD pokok 2025 sekitar Rp30 miliar, sebagian sudah dibayarkan, namun sisanya malah berubah menjadi program baru.
“DPRD tidak ingin lagi ada utang belanja di kemudian hari. Setiap kegiatan harus jelas sumber anggarannya. Karena itu, pimpinan DPRD belum menandatangani persetujuan asistensi,” jelasnya.

















