“Kami mengecam keras Vale karena melalukan militerisasi di lokasi eksplorasi tambang nikel di blok Tanamalia, Sulawesi Selatan. Seharusnya CEO Vale Indonesia, Febrianny Eddy, datang dan berdiskusi dengan petani dan perempuan di Loeha-Mahalona Raya. Bukan melibatkan Militer dan Brimob sebagai pengamanan perusahaan,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Arfandi Anas berharap bahwa Pemerintah Brazil dan Jepang harus mengetahui dan bertanggung jawab karena perusahaan mereka melibatkan tentara untuk mengintimidasi serta menakut-nakuti petani dan perempuan di sekitar Blok Tanamalia.
Ditempat terpisah, salah seorang perempuan di Desa Rante Angin, Dinar, mengaku merasa ketakutan dengan adanya beberapa tentara di Tanamalia. Selain dirinya, para buruh tani perempuan lainnya juga tidak fokus bekerja akibat ketakutan akan kehadiran tentara di sekitar kebun merica.
“Jujur, saya takut sekali setelah melihat ada tentara dan brimob keluar dari mobil perusahaan di jalan kebun merica. Perempuan-perempuan buruh tani saya juga ketakutan. Vale ini sedang meneror dan membuat suasana kampung menjadi mengerikan dan penuh ketakutan,” ujarnya.