Melalui berbagai ketentuan hukum tersebut, negara berkewajiban menyiapkan advokat secara gratis untuk pencari keadilan, dengan biaya yang dibebankan kepada anggaran bantuan hukum, baik yang disediakan oleh APBN maupun APBD.
“Setelah kurang lebih 20 tahun keberadaan UU No.18/2003 tentang Advokat, hingga kini penerapan jasa probono yang dilakukan oleh advokat masih belum terlaksana dengan baik. Begitupun dengan penerapan legal aid, yang undang-undangnya sudah lahir sejak tahun 2011,” ujar Bamsoet.
“Hal ini bukan semata karena kealpaan para advokatnya, melainkan memang karena tidak adanya aturan hukum yang tegas dan jelas yang bisa memandu para advokat dan pencari keadilan yang tidak mampu untuk mengakses Probono dan ataupun legal aid,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Bamsoet juga mengingatkan kepada para advokat, bahwa kemajuan teknologi telah menghadirkan era disrupsi yang merasuk dalam bidang hukum.
Sementara itu, Adv. Dr. Tjoetjoe sebagai pendiri kantor hukum Officium Nobile Indolaw, yang juga salah satu pelopor Firmaku platform digital untuk manajemen kantor hukum setuju dengan semangat dan visi yang diusung Bamsoet, yang nantinya akan berkiprah sebagai advokat.
” Terkait dengan teknologi, mau tidak mau harus diadopsi oleh para advokat. Kita tidak boleh ketinggalan, dan KAI sudah sejak beberapa tahun yang lampau selalu berusaha mengejar dan mengiringi perkembangan teknologi yang makin cepat, salah satunya dengan e-Lawyer, dan saat ini juga mengembangkan teknologi untuk advokat berbasis AI, Artificial Intelligence,”ungkap Presiden KAI.
Turut hadir pada kegiatan tersebut, jajaran pengurus organisasi advokat KAI dalam ujian advokat, Ketua MPR RI, Presiden Kongres Advokat Indonesia, Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, Vice President (VP) KAI Dr. Umar Husin, VP Aldwin Rahadian, Sekretaris Dewan Kehormatan Adv. Prof. Dr. Faisal Santiago, Anggota Dewan Kehormatan Adv. Dr. Laksanto Utomo, kemudian Ketua DPD KAI DKI Jakarta Adv. Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga dan Sekretaris DPP KAI, Adv. Ibrahim Masindenreng.