HEADLINE NEWSOPINI

OPINI: Kudeta Ekonomi Senyap Dimulai dari Indonesia dan Nepal

×

OPINI: Kudeta Ekonomi Senyap Dimulai dari Indonesia dan Nepal

Sebarkan artikel ini
Bobby Ciputra, Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (Dok: pribadi)
Bobby Ciputra, Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (Dok: pribadi)

Desakan untuk “membersihkan” jajaran menteri keuangan dari “orang-orangnya IMF” bisa jadi adalah salah satu syarat komitmen tidak tertulis untuk bergabung. BRICS Plus adalah penantang nyata dalam tatanan ekonomi Barat.

Setelah Indonesia dan Nepal, siapa lagi yang akan menyusul?

Pertanyaan ini menggantung di udara. Negara-negara lain yang hadir di Beijing kini berada di bawah sorotan. Mungkin yang terdekat adalah negara-negara di Asia Tenggara, Amerika Latin atau Afrika yang juga merasa frustrasi dengan sistem ekonomi global saat ini.

Brasil misalnya, sedang menghadapi keresahan publik yang serupa terkait ketimpangan, sementara ekonomi Afrika Selatan berjuang di bawah kebijakan penghematan yang didukung IMF. Peristiwa ini menjadi semacam efek domino, di mana satu negara yang berani melangkah akan diikuti oleh yang lain.

Pandangan Sosialisme: Ekonomi Untuk Rakyat

Saat ini kita semua sedang menyaksikan lahirnya dunia multipolar. Sebuah dunia dengan banyak pusat kekuatan dan kutub yang saling tarik-menarik.

Lalu, bagaimana gagasan Sosialisme memandang ini semua?

Di tengah ketidakpastian ini, gagasan Sosialisme menawarkan kompas moral yaitu sistem ekonomi yang harus melayani rakyat, bukan sebaliknya.

Sistem ekonomi kita harus untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Dan inilah saatnya bagi gagasan tersebut untuk kembali menemukan relevansinya di panggung dunia.

Kritik terhadap IMF dan Bank Dunia adalah hal yang lama diutarakan. Lembaga ini dianggap sebagai alat neoliberalisme. Kebijakannya memangkas subsidi. Mereka mendorong privatisasi. Ini semua memang menyengsarakan rakyat.

Ketika poros dunia bergeser, peluang untuk mewujudkan gagasan-gagasan yang lebih adil dan berpihak pada rakyat menjadi semakin terbuka.

Tantangannya kemudian adalah apakah para pemimpin di negara-negara tersebut mampu memanfaatkan momentum ini untuk membangun pondasi ekonomi yang benar-benar baru atau hanya sekadar berganti tuan. Dari tuan di Barat beralih ke tuan di Timur. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *