KALTIM — Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus tambang batu bara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara. Kali ini, yang ditangkap adalah M, seorang pemodal sekaligus penjual batu bara ilegal.
Menurut Brigjen Pol. Moh Irhamni, Direktur Dittipidter Bareskrim Polri, kasus ini termasuk salah satu skandal pertambangan ilegal terbesar di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp5,7 triliun.
“M berperan sebagai pemodal sekaligus penjual batu bara dari Tahura Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara,” ujar Irhamni saat meninjau lokasi penimbunan batu bara ilegal, Sabtu (8/11/2025).
Irhamni menambahkan, M sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dua bulan lalu, namun sempat melarikan diri dan tidak kooperatif. Kini ia telah diamankan dan ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.
“Hampir dua bulan M buron, kini telah kami amankan dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Modus Operasi Rapi dan Terstruktur
Sebelumnya, tiga tersangka lain telah ditetapkan, yakni YH, CH, dan MH, yang berperan sebagai penjual maupun pembeli batu bara ilegal. Batu bara ditambang di dalam kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, kemudian ditimbun di area milik PT WU sebelum dikemas dalam ribuan karung dan peti kemas untuk dikirim ke luar Kalimantan melalui Pelabuhan Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan.
“Hasil penyelidikan menunjukkan ada sekitar 4.000 kontainer batu bara ilegal senilai Rp80 miliar,” ungkap Irhamni.
Aktivitas tambang ilegal ini telah merusak sekitar 300 hektare kawasan Tahura, yang juga termasuk zona strategis IKN.
Irhamni menegaskan, penyidikan akan terus dikembangkan untuk membongkar seluruh jaringan, termasuk pemodal, penadah, dan pihak yang memfasilitasi distribusi batu bara ilegal.
“Penyidikan akan kami kembangkan hingga tuntas. Siapa pun yang terlibat akan kami tindak tanpa pandang bulu,” ujarnya.

















