“Korban berhak tahu perkembangan perkara secara resmi. Jika hal mendasar seperti ini diabaikan, bagaimana masyarakat bisa percaya hukum berpihak pada pencari keadilan?” kritik Jupri tajam.
Hasil penelusuran di SIPP PN Makassar juga menunjukkan rekam administrasi perkara yang berliku.
Status penahanan terdakwa R alias F tercatat mengalami beberapa kali perubahan: mulai dari penahanan oleh penyidik pada Oktober 2024, dugaan penangguhan tanpa keterangan pada akhir bulan yang sama, hingga kembali ditahan oleh penuntut umum pada September 2025. Terakhir, hakim mencatatkan penetapan perkara pada 29 September 2025.
Perubahan status yang tidak konsisten ini menimbulkan tanda tanya besar. Jupri menyebut, lemahnya pengawasan dalam rantai penegakan hukum — mulai dari penyidikan hingga peradilan — menjadi akar dari ketidakpastian hukum yang terus dirasakan korban.
“Kekecewaan yang dirasakan Tanty bukan hanya karena sidang batal, tapi karena keadilan terasa semakin jauh. Dua tahun menunggu, tapi sistem seakan menertawakan penderitaannya,” pungkas Jupri, menandaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap integritas lembaga peradilan.