SAMARINDA – Di balik ramainya arus tongkang batu bara, hilir-mudik kapal industri, dan jutaan ton komoditas yang melintas setiap tahun, Sungai Mahakam ternyata belum menjadi sumber pendapatan yang berarti bagi Kalimantan Timur. Fakta itu mencuat dalam rapat Komisi II DPRD Kaltim yang menyoroti minimnya kontribusi finansial dari jalur logistik terbesar di provinsi ini.
Alih-alih menyoroti rendahnya nominal penerimaan, DPRD Kaltim menekankan problem yang jauh lebih mendasar: Mahakam hanya menjadi koridor industri, bukan aset ekonomi yang dikelola secara strategis.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, mengungkapkan bahwa besarnya pergerakan barang di Sungai Mahakam tidak pernah benar-benar diterjemahkan menjadi kekuatan fiskal bagi daerah. Ia menilai persoalan utamanya bukan sekadar angka PNBP, tetapi absennya model pengelolaan yang memberi ruang bagi daerah untuk menikmati nilai ekonominya.
“Mahakam itu jalur vital yang mengangkut ekonomi Kaltim setiap hari. Tapi daerah hanya jadi penonton dari lalu lintas itu,” ujarnya dalam rapat bersama Dishub, KSOP, Pelindo, dan Perusda MBS, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan kelemahan struktural: infrastruktur sungai, regulasi, hingga kewenangan daerah tidak pernah disinergikan untuk mengubah aktivitas industri menjadi pendapatan.

















