“Jika kita sudah meminta aparat yang berwenang belum ada tindakan itu merupakan pertanyaan berat kami. Ada apa di perusahaan PT CLM itu seolah dilindungi penegak hukum, maupun instansi pemerintah Kabupaten Luwu Timur. Saya mengamati belum pernah ada penegakan hukum lingkungan diberikan kepada PT Citra Lampia Mandiri, padahal pencemaran di sungai itu sudah terjadi berkali-kali,” katanya.
Lebih lanjut, Aslam menambahkan bahwa saat hujan, kondisi warna air yang mengalir dari sungai Desa Pongkeru hinga Sungai Malili, berubah menjadi cokelat sejak tambang PT. CLM beroperasi di Kabupaten Luwu Timur.
“Jika saja tidak adanya aktifitas tambang di hulu, tentunya kondisi sungai seperti sebelumnya tentunya normal-normal saja nah saat ini sungai itu sangat mudah berubah warna menjadi cokelat karena terpapar, terkontaminasi lumpur pengupasan material tambang ore, kemudian masuk ke Sungai Pongkeru dan mengalir sampai Sungai Malili, tentunya Dinas Lingkungan Hidup harus memastikan kandungan atau unsur jenis logam berat apa saja yang masuk ke Sungai Pongkeru itu. Kalau yang saat ini warga menyoroti kita lihat baru warna berubah, dari bening jadi cokelat, artinya dapat dipastikan lumpur pembuangan aktifitas tambang yang masuk. Melihat hal ini, saya merasa janggal atas penerbitan AMDAL, terkesan formalitas semata, tanpa di lakukan kajian mendalam serta analisa yang mendetail,” ungkapnya.